Perahu Kertas. Karya: Dewi Lestari (Dee)

Rabu, 06 Oktober 2010 Label:

Ini novel bagus banget! Dan buat sekedar pengingat, aku pengen masukin beberapa kalimat yang bagus. Sebenernya banyak yang bagus! Tapi capek lah masa ngetik semua emangnya mau ngetik ulang novelnya :P Well, Mbak Dewi Lestari izin masukin kata-katanya yah, itung-itung promosi bukunya :D SUMPAH enggak bohong! Enggak bakal nyesel beli buku novel Perahu Kertas ini, seru banget! Rame! Bacanya bikin nagih. Overall keren pokonya! 2 thumbs up! 

Hatinya pernah hancur ketika tahu dia harus bersama orang lain, tapi hatinya baru benar-benar patah ketika tahu bahwa dia bukanlah sosok yang selama ini ia cintai. - Perahu Kertas, 190

Tidak mudah menjadi bayang-bayang orang lain. - Perahu Kertas, 238

Susah payah, ia berusaha bangkit, tertatih-tatih, mencari sesuatu yang baru untuk menggantikan bintang hatinya, inspirasinya. Kini ia sudah kembali berdiri tegak. Namun, ia sadar, bintang yang sama tak akan pernah kembali untuk yang kedua kali. - Perahu Kertas, 280

Ia tak sanggup membayangkan apa rasanya di perjalanan nanti, melihat begitu banyak hal yang dapat membangkitkan kenangan-kenangan yang selama ini sudah berhasil ia kubur rapat-rapat. Ia menenangkan diri. Mengingatkan dirinya untuk tidak terbelenggu perasaan-perasaan yang tak menentu, yang hanya akan menjebaknya ke dalam perangkap masa lalu. - Perahu Kertas, 293

Ia tertegun. Pijakan kakinya seolah ingin membelesak menembus lantai. Sesaat, ia bahkan merasa sedang bermimpi. Segalanya meluruh di hadapan perempuan itu. Kekuatannya, pertahanannya, bahkan dirinya tak lagi sama jika dia ada. - Perahu Kertas, 294

"Kamu sudah pernah ada juga sudah cukup." - Perahu Kertas, 296

Ia menatap ke dalam mata perempuan itu, terlepas dari darahnya yang seperti berhenti mengalir hanya dengan duduk sedekat ini dengan perempuan yang begitu dicintainya. "Dua puluh tahun aku habiskan cuma untuk melupakan kamu. Tapi tidak sedetik pun aku menyesal. Aku berterima kasih untuk kesempatan yang kamu berikan. Lewatmu, aku belajar memaafkan diriku, kamu, dan semua yang dulu kita lalui." - Perahu Kertas, 298

"Kamu nggak perlu minta apa-apa. Semuanya aku lepaskan untuk kamu." - Perahu Kertas, 299

"Aku senang dia mampu menyayangi dan mengurusmu dengan baik. Hati kamu mungkin memilihku, seperti juga hatiku selalu memilihmu. Tapi hati bisa bertumbuh dan bertahan dengan pilihan lain. Kadang, begitu saja cukup. Sekarang, aku pun merasa cukup." - Perahu Kertas, 299

Karena hanya bersama kamu, segalanya terasa dekat, segala sesuatunya ada, segala sesuatunya benar. Dan Bumi hanyalah sebutir debu di bawah telapak kaki kita. - Perahu Kertas, 312 (W.B Yeats)

Semua memori dan perasaan seolah berlomba-lomba untuk bangkit. Walaupun kini kemungkinan untuk bertemu dia jauh lebih besar, tapi aku tidak menginginkannya. Sedapat mungkin tidak menginginkannya. Aku berharap andai ada satu cara, satu penghapus besar yang bisa membersihkan otakku dari kenangan itu, sebersit perasaan yang selalu bercokol dan mengusikku dari waktu ke waktu, yang membuatku terkadang merasa bersalah. Mengapa manusia satu itu begitu susah dilupakan? - Perahu Kertas, 314

Seluruh rongga tubuhnya seketika teraliri oleh hawa hangat. Rasanya utuh dan damai. Cuma satu orang yang mampu membuatnya seperti itu. Dan orang itu tak pperlu melakukan apa-apa lagi selain hadir dan ada. - Perahu Kertas, 328

Ia terdiam. Ia sadar bahwa hatinya ingin berada di dua tempat. Dan meski hatinya telah ia jaga rapi untuk seseorang, pertemuan singkat dengan wanita itu langsung menjungkirbalikkan apa yang selama ini ia bangun dengan hati-hati dan susah payah. - Perahu Kertas, 332

Batinnya berteriak semakin menjadi-jadi. Buat apa dia kembali? Buat apa dia muncul sejenak lalu menghilang lagi nanti? Sementara sejenak saja kehadirannya mampu mengobrak-abrik seluruh tatanan hatinya. - Perahu Kertas, 328

Ia terduduk lama, mengusapi air matanya yang turun satu-satu dan seperti tak mau berhenti. Ia menyadari, ia telah berkesempatan untuk pulang ke negeri dongengnya. Sebuah dunia yang sempurna dan perasaan cinta yang rasanya abadi. Namun, inilah kenyataan yang sesungguhnya. Inilah hidup yang ia jalani. Meski tak seindah negeri dongeng, tapi dirinya sudah memilih. Pahit, ia kembali menyadari bahwa lelaki itu hanyalah pangeran negeri dongengnya. Kisah mereka berdua hidup dalam khayalan indah yang tak mungkin terwujud. Laki-laki di hadapannya adalah kenyataannya. Dekat, terjangkau, dan jelas-jelas mencintainya. Ia pun tidak yakin bisa memaafkan dirinya sendiri jika ia harus menyakiti laki-laki di hadapannya. Ketidakjujurannya kali ini sudah lebih dari cukup. - Perahu Kertas, 357

Hatinya tersiksa bukan main. Rindunya seolah tak terperi. - Perahu Kertas, 364

Percakapan tadi membuatnya bahagia. Namun, pada saat yang bersamaan, membuatnya sedih. Lagi-lagi ia merasa tertampar oleh kenyataan. Seakan hidup terus-terusan ingin mengingatkan bahwa ada sekat antara mereka berdua yang tak ditembus. Dan ia hanya bisa menerima dan mengikhlaskannya. Hati mereka telah memilih. - Perahu Kertas, 369

Dan, meski dengan susah payah, ia berusaha mensyukuri kepedihan yang menyayat hatinya sekarang. Detik ini. Dan kali ini ia tak menahan apa-apa. Kekuatannya lenyap. Tak sebutir air mata pun sanggup ia bendung. Dan ia memutuskan untuk membiarkan segalanya mengalir. Apa adanya. - Perahu Kertas, 379

"Bagaimana kita bisa tahu kapan waktunya untuk menyerah, dan kapan waktunya untuk bertahan."
"Aku juga tidak pernah tahu."
"Dulu, kamu memutuskan untuk menyerah. Membiarkan perempuan itu memilih orang lain. Kapan kamu merasa bahwa itulah keputusan yang tepat?"
"Sejujurnya, apakah itu menyerah, atau justru bertahan.... aku tidak pernah tahu. Bahkan sampai hari ini. Apakah ini menyerah namanya? Barangkali betul begitu. Tapi dalam apa yang disebut menyerah, aku terus bertahan. Aku tidak tahu. Tapi hidup yang tahu."
"Aku tidak mau jadi seperti kamu. Atau seperti perempuan itu. Sepuluh, dua puluh tahun dari hari ini, aku masih terus-terusan memikirkan orang yang sama. Bingung di antara penyesalan dan penerimaan."
"Kamu benar. Jangan jadi seperti aku."
"Tapi bagaimana aku bisa memutuskan itu?"
"Aku percaya hidup ini sudah diatur. Kita tinggal melangkah. Sebingung dan sesakit apa pun. Semua sudah disiapkan bagi kita. Kamu tinggal merasakan saja. Rasakan saja. Kamu pasti tahu jawabannya. Begitu juga dia. Tidak ada yang bisa memaksakan, apakah dia memang untuk kamu atau... untuk orang lain. Pada akhirnya, tidak ada yang bisa memaksa. Tidak juga janji, atau kesetiaan. Tidak ada. Sekalipun akhirnya dia memilih untuk tetap bersamamu, hatinya tidak bisa dipaksa oleh apa pun, oleh siapa pun."
Ia menunduk. Menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca. Ia memahami apa yang diucapkannya. Yang belum ia pahami adalah, mengapa harus sesakit ini rasanya?
- Perahu Kertas, 390

Dan meski selama ini ia yakin bahwa hatinya sudah berubah, lagi-lagi ia harus menyadari dengan cara yang getir, bahwa hatinya belum berubah. Di hatinya, ternyata lelaki itu masih menjadi Pangeran, bertakhta dalam sebuah kastil impian yang masih berdiri tegak hingga detik ini. Namun, kehadiran perempuan itu meruntuhkan segalanya baginya. Kastilnya hancur rata dengan bumi. Dan ia tak punya pilihan lagi. Mereka pasti sangat mencintai. Mereka pasti akan sangat bahagia. Perempuan itu seperti seorang malaikat.... - Perahu Kertas, 394

Ia hanya ingin sendiri. Ia hanya ingin sepi. Ternyata aku tidak kuat, aku tidak kuat.... - Perahu Kertas, 398

"Harusnya... aku senang. Harusnya aku bahagia untuk dia karena dia punya seseorang seperti perempuan itu. Harusnya aku juga bahagia karena punya seseorang kayak laki-laki itu. Harusnya.... aku senang. Tapi..."
"Kepala kamu akan selalu berpikir menggunakan pola 'harusnya', tapi yang namanya hati selalu punya aturan sendiri. Ini urusan hati. Berhenti berpikir pakai kepala. Secerdas-cerdasnya otak kamu, nggak mungkin bisa dipakai untuk mengerti hati. Dengerin aja hati kamu."
- Perahu Kertas, 404

"Aku kepingin bilang ini: aku cinta sama kamu. Dari pertama kali kita ketemu, sampai hari ini, aku selalu mencintai kamu. Sampai kapan pun itu, aku nggak tahu. Aku nggak melihat cinta ini ada ujungnya. Itu satu hal. Masih ada lagi yang aku harus bilang, aku tau soal dia. Kalau aku harus merelakan kamu untuk seseorang, cuma dialah orangnya. Nggak ada lagi. Dia orang yang sangat, sangat baik. Kamu beruntung."
"Aku tetap bisa jadi sahabatmu."
Ia nyaris tersedak mengucapkan kata terakhir barusan. Menyadari bahwa persahabatan barangkali adalah muara terakhir yang harus ia paksakan untuk menampung seluruh perasaannya pada lelaki itu. Tak bisa lebih dari itu. begitu luas laut yang membentang dalam hatinya. Namun, lagi-lagi, harus ia tahan.
"Iya, kita selalu menjadi sahabat terbaik."
"Banyak yang aku ingin bilang ke kamu. Banyak yang ingin aku kasih. Tapi, nggak apa-apa, nggak usah. Mungkin memang bukan jatahku. Bukan jatah kita. Aku nggak kepingin, sepuluh, dua puluh tahun lagi dari sekarang, aku masih merasa sakit tiap kali ingat kamu."
"Nggak akan. Kalau aku bisa, kamu juga bisa."
"Dan kamu yakin bisa?"
"Pasti..."
Laki-laki itu lenyap dari pandangannya. Ia menangis bisu. Ia berjanji, inilah tangisan terakhirnya untuk laki-laki itu, sekaligus tangisan yang paling menyakitkan. Ia bahagia sekaligus patah hati pada saat yang bersamaan. Saat ia tahu dan diyakinkan bahwa mereka saling mencintai, dan selamanya pula mereka tidak mungkin bersama.
- Perahu Kertas, 412

"Kalau nggak begini, aku akan selalu meminta kamu untuk mencintai aku. Semua yang kamu lakukan adalah karena aku meminta. Carilah orang yang nggak perlu meminta apa-apa, tapi kamu mau memberikan segala-galanya...."
- Perahu Kertas, 427

"Aku ingin melepasmu pergi. Sebelum kita berdua berontak, dan jadi saling benci. Atau bersama-sama cuma karena menghargai." - Perahu Kertas, 429

"Aku belajar dari kisah hidup seseorang. Hati tidak pernah memilih. Hati dipilih. Jadi, kalau kamu bilang, kamu telah memilihku, selamanya kamu tidak akan pernah tulus mencintai aku. Karena hati tidak perlu memilih. Ia selalu tahu kemana harus berlabuh. Yang kamu cari bukan disini." - Perahu Kertas, 430

"Kamu menjadi inspirasi terbesar untuk saya..."