Satu Cerita Tentang Perpisahan

Sabtu, 05 Mei 2012 Label: , ,

People said, "Parents know best."
Dan ternyata itu benar. 

Aku tidak pernah, dan tidak akan pernah menyesali keputusan apapun yang diambil saat ini. 
Jika aku meninggalkan seseorang yang baik, aku akan menangis. Tapi nyatanya tidak sama sekali.
Jika aku meninggalkan seseorang yang layak kuperjuangkan, aku akan sendu selama berminggu-minggu. Tapi nyatanya tidak ada seorang pun yang mengira aku begitu. 

"Kamu kok cerahan? Kayak lagi bahagia banget."
Itu yang orang bilang padaku akhir-akhir ini. Benar-benar bukan statement yang biasanya muncul ketika seseorang baru saja kehilangan seseorang yang pernah berarti baginya.

Ah, bagaimanapun juga aku ingin bercerita tentang satu perpisahan.
Walau seindah-indahnya semua yang pernah terjadi, 
tulisan ini tidak pernah aku persembahkan untuk kamu, senyata-nyatanya kamu. 
Ini aku persembahkan untuk kamu yang semu,
yang hanya ada pada waktu sebatas dahulu. 
Yang mungkin selama ini hanya mendiami angan-anganku.

Maaf untuk kesalahanku.
Aku pasti memaafkan kesalahan kamu yang sayangnya baru aku tahu setelah semuanya menjadi seperti ini. 
Bukan umurnya lagi perpisahan membuat kita bermusuhan ya, you told me we will be a great partner, even though I don't think so. Two lovers shouldn't be best friends because there was a love between them :)
Setidaknya, kita masih bisa saling mendoakan kebahagiaan masing-masing.
Karena aku mau tidak ada sesuatu apapun yang akan menghalangi kebahagiaan kita masing-masing dengan seseorang yang baru kelak. Amin.

Aku bahagia kalau kamu sekarang akan mengejar dia yang benar-benar kamu inginkan selama bertahun-tahun. Silahkan, aku pernah memintamu berjanji jangan melukai siapa-siapa lagi. 
Pun aku, akan mempertahankan siapa yang benar-benar aku inginkan. Setidaknya, siapa yang aku anggap menjadi rumah untuk aku, tempat aku pulang, selalu.

Terima kasih untuk 15 bulan yang entah penuh kebohongan atau tidak, pada akhirnya.
Aku sayang keluarga kamu, yang sudah seperti keluarga aku sendiri. Terlebih pada Umi.
Sampaikan maafku untuk beliau yang terlanjur menyebut aku "Calon Menantu"nya di depan keluarga besar hehe, siapa yang gak seneng kalo punya menantu sebaik Umi, tapi sayangnya bakal ada yang lebih berhak untuk itu. Makasih Umi udah ngajarin aku masak. :)






Terima kasih untuk kenang-kenangan terakhirnya. 
Terima kasih, karena kamu aku jadi lupa bagaimana caranya melihat ketulusan. :)

Jaga diri baik-baik ya. Sayonara.