Kita Adalah Sisa-Sisa Keikhlasan yang Tak Diikhlaskan

Jumat, 13 Juli 2012 Label: , ,





Picture from this site.


Dua cangkir kopi.
Satu sedang diaduk perlahan searah jarum jam,
satu diaduk dengan arah sebaliknya. 

"Aduk kopi itu harus searah jarum jam." 
Kata Lelaki itu, sambil tersenyum ke arah perempuan di hadapannya. 

"Emang ngaruh?"
Perempuan itu tertawa pelan sambil tetap bersikeras dengan adukan kopi yang seperti biasanya ia lakukan, berlawanan arah jarum jam.

"Ngaruh, lah. Jadinya lebih kental." 
Jawabnya sambil langsung meminum kopi hasil adukannya tersebut. 

Perempuan itu mengangguk-anggukan kepalanya dan mengikuti saran sosok lelaki di hadapannya itu, lelaki yang sudah lama ia cintai dengan begitu rupa. 

"Gimana keadaan kamu? Udah mendingan?" 

Perempuan itu tertegun sejenak sebelum menjawab, "Lumayan. Yang masih sakit itu disini." Perempuan itu membuat gestur seolah ia sedang menunjuk hatinya, dan sejurus kemudian mereka berdua tertawa.

"Mmm.. ngomong-ngomong, gimana keadaan dia?" Lanjut Perempuan itu setelah hening kembali menyergap di antara mereka berdua.

Lelaki itu memainkan ponselnya, menulis pesan untuk seseorang. 
"Udah mendingan sih. Aku tadinya ada rencana mau ke luar kota, cuma selama dia masih sakit gitu aku gak tenang.."

Perempuan itu berusaha mengabaikan satu hentakan kecil di hatinya yang entah karena apa.
Mungkin karena perasaan cemas yang Lelaki itu miliki untuk 'dia', menunjukkan bahwa rasa sayang itu masih ada. 

"...kamu masih sayang dia." Ujarnya, spontan. Membuat sosok lelaki di hadapannya itu berhenti mengetikkan sesuatu di ponsel.

"Aku harus pergi." Kata Lelaki itu, tanpa menjawab ucapan si Perempuan. "Dia memintaku datang ke rumahnya."

Perempuan itu berdiri dan menghampiri sosok Lelaki yang teramat ia cinta dengan segala luka dan pinta. Lelaki yang ia beri segudang harap, lelaki yang telah membuatnya berhenti membuat ribuan kemungkinan karena dia telah menghilangkan jutaan kepastian.

Lelaki itu memeluknya, lalu mengecup keningnya perlahan. "Maaf."
Dan dia berlalu pergi, begitu saja.

Perempuan itu pun kembali pada kesendiriannya,
pada ketidak-utuhannya.
Menggenggam dua cangkir kopi yang baru saja tadi melakukan sebuah percakapan hangat, namun kini berlalu meninggalkan sepi.


"Kita adalah sisa-sisa keikhlasan yang tak diikhlaskan
Bertiup tak berarah, berarah ke ketiadaan."
 
Payung Teduh - Kita Adalah Sisa-Sisa Keikhlasan yang Tak Diikhlaskan

0 komentar:

Posting Komentar